Cuitan #AngakasaPuraNyolong | Copyright & Fair Use

Khairunnisa Nirmala Devi (1506685920)


Sumber: wikipedia.org/Twitter_Inc
Yak temen-temen! Kali ini tidak lain dan tidak bukan kalo temen-temen pernah denger atau baca tentang hashtag di judul postingan ini, pasti kalian tau kalo di postingan ini bakal dibahas mengenai Hak Cipta dalam penggunaannya.

Jika kalian ingat, pada bulan September 2016 lalu, media sosial twitter sempat diramaikan dengan munculnya hashtag #AngkasaPuraNyolong. Hal tersebut berawal dari salah satu cuitan di akun twitter @Lostpacker milik travel blogger bernama Sutiknyo, dimana ia menemukan video miliknya yang tanpa izin diputar oleh pihak Angkasa Pura II di layar Terminal 2F Bandara Soekarno Hatta. Sutiknyo menuliskan, “Critanya lagi mau mudik nengokin simbok, eh di Terminal 2F ada video saya sebesar ini, #AngkasaPuraNyolong?”. Ia pun meng-upload foto dirinya yang berada di depan layar yang sedang menampilkan video tersebut. Akibatnya, cuitan tersebut menyulut beberapa komentar negatif dari para netizen yang ditujukan kepada PT Angkasa Pura II atas kejadian ini. Dugaan pelanggaran hak cipta dari kejadian ini timbul dari tambahan pernyataan Sutiknyo yang menuliskan bahwa ia melihat watermark video tersebut dihilangkan dengan sengaja.

Pihak Angkasa Pura II sudah menanggapi keluhan Sutiknyo dengan memohon maaf atas ketidaknyamanannya dan mengkoordinasikan dengan pihak terkait. Kemudian, tiga hari setelah kejadian tersebut, official website Bandara Soekarno Hatta mem-posting tulisan berjudul ‘Kasus Pembajakan Video Travel Blogger Di Bandara Soetta, PT AP II Minta Maaf’ yang berisi klarifikasi mengenai kejadian tersebut. PT Angkasa Pura II menyatakan bahwa layar penampung tersebut tidak dikelola oleh pihaknya, melainkan oleh PT Boomee selaku vendor. Pada akhirnya, Sutiknyo tidak berniat meneruskan masalah ini karena pihak Angkasa Pura II dan PT Boomee sudah meminta maaf. Sutiknyo sendiri juga meminta maaf karena merasa sudah membuat huru-hara yang ramai di twitter.

Nah, apa sih yang dimaksud hak cipta? Menurut Joseph Turow dalam bukunya yang berjudul ‘Media Today’, hak cipta merupakan hak perlindungan legal terhadap pencipta suatu karya. Ia menambahkan bahwa berdasarkan konstitusi Amerika Serikat, tujuan hak cipta adalah “to promote the progress of science and useful arts”.  Di Indonesia sendiri, hal-hal terkait hak cipta telah diatur dalam UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta yang salah satu isinya dalam pasal 22 bagian (b.) berbunyi “Tidak dilakukannya distorsi Ciptaan, mutilasi Ciptaan, modifikasi Ciptaan, atau hal-hal yang bersifat merugikan kehormatan diri atau reputasinya kecuali disetujui sebaliknya”. Dari contoh kejadian diatas, terlihat bahwa kemajuan teknologi telah disalahgunakan untuk mengubah hak cipta karya orang lain dengan menghilangkan penanda kepemilikan video (watermark) yang dicantumkan. Pelanggaran hak cipta sering juga terjadi melalui akses internet, dikarenakan banyak konten yang terus mengalir didalamnya. Seperti yang telah ditulis Steve Collins dalam jurnalnya bahwa “… digital media and file-sharing networks have thrust copyright law under public scrutiny, provoking discourses questioning what is fair in digital age”. Keadilan atas hak cipta dipertanyakan pada era digital ini, karena konten yang ada di internet dianggap sudah menjadi milik publik sehingga publik merasa bebas untuk menggunakan konten online tersebut. Tidak jarang konten diambil secara bebas dan gratis tis tis tetapi malah di-monetisasi untuk kepentingan sendiri.

Untuk mencegah monopolisasi karya, muncul istilah ‘fair use’ yang berarti pemberian izin untuk menggunakan sebagian karya milik orang lain tanpa perlu meminta izin lebih dulu. Istilah ‘fair use’ yang dimaksud adalah dari segi pemanfaatannya yang digunakan untuk kepentingan pendidikan dan pembelajaran dengan tetap menuliskan sumbernya tanpa bertujuan untuk mengambil keuntungan. Namun, kehadiran ‘fair use’ dirasa kurang kuat sehingga tetap perlu dinaungi hak cipta. Oleh karena itu, diperlukan kesadaran dari diri sendiri pula untuk mengapresiasi dan menghargai hak cipta milik orang lain dengan menelusuri asal-usul kepemilikan konten yang kita gunakan untuk menghindari pelanggaran hak cipta.

Sekian postingan saya kali ini, terima kasih!

Referensi:
Collins, Steve. Recovering Fair Use. M/C Journal vol. 11, number 6 (2008)
Turow, Joseph. 2014. Media Today 5th Edition. Routledge: New York.
http://bandarasoekarnohatta.com/kasus-pembajakan-video-travel-blogger-di-bandara-soetta-pt-ap-ii-minta-maaf.info (diakses pada 6 Januari 2017 pukul 19.20)

CONVERSATION

1 komentar:

  1. Good review khai! Mungkin referensi UU-nya bisa diperbarui yaa karna udh ada UU 28/2014 yg lebih baru, mungkin kalo refer kesana kajian Khai bisa lebih keren. Salut banget udah masukkin unsur hukum ke kajian komunikasi kaya gini, good luck Khai!

    -rdty

    BalasHapus

Back
to top